Larik Mati

On Minggu, 30 Januari 2011 0 komentar





Larik Mati

Untuk kata mati, aku tak butuh belati, bangkai dan ongokan daging yang tercampak di ladang Karbala, namun aku butuh kelewang sang ajal untuk paksa ruh ini keluar lantas menitahkan bersetubuh dengan jasad matinya sendiri, mencabuti bulu-bulu yang tumbuh serta memutilasi tiap jengkal daging kemudian persembahkanlah jadikan kurban bagi peri mungil di sudut judul tempat mula epitaf terbaca.

Mutiara

On 0 komentar






Mutiara

Lewat kata-kata tak bermata aku curah semua beban di hati, bila semua sudah terkuras, tibalah masa untuk memilah-pilah lalu meraut yang terpilih jadikan seruncing pedang kemudian menakik, menyayat-sayat nadi ini, agar mengucur deras menjadi sungai lantas jadikan tempat mengarungi dan mennyelami kedalamanya. mungkin saja di dasarnya ada sebutir mutiara.

Jakarta

On 0 komentar





Jakarta

Bocah-bocah kecil di tepi rel kereta api, mereka membangun miniatur hujan dalam imajinya, menyusun setiap rintik yang jatuh, jadikan tugu di otak untuk pengingat bahwa mereka mereka tinggal di kota banjir

Nazam Sunyi

On 0 komentar








Nazam Sunyi

Menazamkan sunyi

ke geliat kata-kata terangsang api

kebencian


Padamlah seketika

epitaf-epitaf penuh caci

kembali ke estetika seni

sesungguhnya


serupa Rendra membacakan

suarasuara nurani

ke hadap kelaliman di mata


Aksara bunga

elok rupawan kelopaknya

namun menyimpan seribu duri

yang diam-diam menikam

alam bawah sadar


ah, aku tiba-tiba ingin

turun ke jalan-jalan

membawa keranda dan kafan

untuk mereka yang telah menjadi

bangkai


agar mereka tersentak

serta tersadar dari puncak

tempat mereka berpijak

dari kepongahan sumbang


serta agar hujan dan kemarau

berdansa bersama

di ketika musim panen

petani-petani desa


namun ingin tinggallah mimpi

selalu mati di ujung pedang takbir

seiring suria terjaga


maka tumbuhlah benih-benih

baru, serupa mekarnya cendawan

di kayu-kayu malang melintang

di terjang banjir bandang


sunyi tinggallah sendiri

meraut kata kembali

bila bencana kembali

datang

Sungai

On Jumat, 15 Oktober 2010 0 komentar














Padamu sungai
akan dimana muara
bersemi menyalami
setiap mimpi
disepinya hari
menghilir luruh asrusmu
meng-abu dhabi

Lekas mata air
bersanjungan pernik kata
bening tarinya
merias indah
di cadar cakrawala

meninggi di eifel, menjulang
kokoh pada piramida
dan kembali aku lukis
biru sungaimu


By Afrilia Kelana Utami

Rindu Kandas

On Kamis, 14 Oktober 2010 0 komentar


Senja menjelaga jingga
camar lalu lalang
ketika kau dan aku berdendang
nyanyi surya, menyelam ke samudra

Sungguh belumlah puas
aku pada kau meremas
lunak hatimu kapas
tapi adalah gerimis,
tiba-tiba datang
hingga petang berpulang

Gelas Kosong

On Minggu, 10 Oktober 2010 2 komentar






Denting kaca menitah

Biaskan bayang mula kisah

Tentang diri merumpah ruah

Menggenang gelas segumpal darah


Lirih bayu memijah ruang

Sekat aku, diri, jiwa merambang

Bibir gelas mencandu berjuta kenang

Tentang separuh hati sayang menghilang


Semakin lirih perih menoreh

Semakin mengeping puing beling

Sudah luluh pecah meregang

Setiap ruang menyisa kosong


Tarian kami lemah menunjuk jemari

Deraikan airmata tangisi tiada isi

Sampai kapan kami mengaisngais hati?

Sedang kami sama kosongkan diri,

Ilahi


Ctt : by Nu dan Yazid Musyafa