Lihatlah kerling langit yang lening, derit kata yang melunta.
Di sanalah, kau dan aku, bersahutan tanpa sentuhan dan perjumpaan.
Kita hanya hadir dalam gulir ingatan yang deras pada napas hujan dan hempas bayangan.
Lihatlah jua seringai bumi yang sunyi, detak waktu yang menjemu.
Di sanalah, kau dan aku bersenandung tanpa kidung dan tembang.
Kita bermula dalam kenangan yang melayangkan kicau burung dan tikaman lengang
Keberanianku ditelan kabut
Jauh tertinggal, lenguh sesal tersengal seperti temali ajal di leher kekal
Aku seperti telah kehilanganmu sebelum sempat menjumpaimu
Telah muram mimpi dalam kasidah sepi ketika wajah tengadah menerjemahkan lelah dan kalah.
Akan kulipat jarak serta kuarungi waktu untuk menyampaikan pesan kenari
Yang tak henti menari di setiap mimpi mimpi.
Aku seperti cermin buram yang pecah di detik jarum jam,
menusuk, meluka, terkapar hingga tafsirkan selaksa sunyi.
Aku menafsirmu dalam graffiti kehadiran yang gemetar di permukaan kenyataan.
Disana, kita mungkin mesti percaya sesuatu terpaksa kita lepas, terpaksa kita patahkan.
Namun bukankah kita telah demikian menubuh?
Ada banyak hal yang telah aku ucapkan.
Banyak hal pula yang telah ku anggap sebagai sebuah kekalahan.
Dan denting hening, lengang nan panjang telah memenjara semua kata.
Tak ada liukan, tak sisa lagi tikungan nan curam tempat menabur doa, jua semua musim
Bungkam hanya diam.
Ku lelah dalam payah, sunyi memartikan semua.
Jangan tanya.
Sunyi sudah.
Me and okky
0 komentar:
Posting Komentar